Selasa, 23 Juni 2009

Artikel Energi

Sel Bahan Bakar, Solusi Energi Masa Depan

fuel-cell-sumber-bahan-bakar

Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman, Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah satu sumber energi alternatif. Para ahli kimia dari General Electric mengembangkan sel bahan bakar sebagai pembangkit listrik yang dimulai pada tahun 1955. Pada tahun 1958, sel bahan bakar untuk pembangkit listrik secara komersial dikembangkan pertama kalinya. Pengembangan terus berlanjut hingga pada tahun 2009 ini diprediksikan akan dapat menghasilkan keluaran listrik hingga 400 KW.

Sel bahan bakar adalah alat yang menghasilkan energi listrik secara elektrokimia. Seperti halnya sel elektrokimia, sel bahan bakar memiliki anoda dan katoda. Pada anoda terdapat bahan bakar gas hidrogen. Sedangkan pada katoda terdapat gas oksigen yang digunakan sebagai oksidator. Hidrogen yang berasal dari anoda diubah menjadi ion hidrogen dan elektron. Pada katoda, oksigen direduksi dengan adanya elektron. Perbedaan potensial yang terjadi pada anoda dan katoda inilah yang menghasilkan arus listrik.

Sel bahan bakar telah menjadi salah satu fokus penelitian di negara- negara industri dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Dengan meningkatnya isu pemanasan global oleh gas rumah kaca, sel bahan bakar menawarkan energi ramah lingkungan yang tidak mengemisi gas CO2 sebagai penyumbang utama efek rumah kaca. Efesiensi sel bahan bakar secara teoritis dapat mencapai 100% adalah salah satu kelebihan yang tidak dapat dimiliki oleh pembangkit listrik dengan bahan bakar gas, minyak bumi dan batu bara yang menggunakan prinsip mesin Carnot. Dan yang paling terpenting adalah sumber bahan bakar yang melimpah, yaitu hidrogen. Dengan luas lautan mencapai dua pertiga permukaan bumi, air adalah salah satu sumber hidrogen yang tak terbatas.

fuel-cell

Superioritas dari sel bahan bakar juga harus dibayar mahal dengan perlunya penelitian intensif guna mencapai pembangkit listrik yang murah, ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Pada tahun 2005, Amerika Serikat menganggarkan US$3,7 milliar untuk riset dan pengembangan sel bahan bakar dan hidrogen. Sel bahan bakar ini memerlukan material elektrokatalis sebagai anoda dan katoda yang dapat mengkatalisa reaksi oksidasi hidrogen dan reduksi oksigen. Saat ini, elektrokatalis yang superior adalah platina, logam yang sangat mahal dan langka jumlahnya sehingga banyak penelitian ditujukan untuk mencari material lain selain logam platina. Sumber hidrogen yang berasal dari air juga merupakan masalah yang saat ini dihadapi. Mahalnya proses elektrokatalisa air untuk mendapatkan hidrogen juga merupakan kendala pemasaran sel bahan bakar saat ini, sehingga belum dapat bersaing dengan bahan bakar minyak bumi.

Berkurangnya sumber daya minyak bumi dan tuntutan untuk mengurangi gas rumah kaca menjadikan sel bahan bakar ini suatu solusi guna mencegah krisis energi dan lingkungan. Dengan berkembangnya hasil penelitian, harga energi sel bahan bakar ini akan bisa ditekan dan akan menjadi salah satu sumber energi alternatif utama dimasa yang akan datang.

Baterai dengan Tenaga Biologis

led

Peneliti di Amerika telah mampu menciptakan baterai “litium ion” yang dapat diisi ulang (rechargeable) dengan memanfaatkan virus genetika yang telah diprogram sehingga dapat berfungsi sebagai sarana yang memiliki konduktivitas yang tinggi bagi elektroda. Baterai yang dihasilkan menggunakan virus ini memiliki daya dan fungsi yang serupa dengan berbagai merek baterai litium ion yang telah dikenal. Baterai ini memiliki 2 keunggulan penting yaitu dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah serta lebih aman dibanding jenis baterai lain yang menggunakan bahan beracun (toksik).

“litium ion” merupakan jenis baterai rechargeable yang telah umum dikenal serta memiliki fungsi yang beragam pada aplikasi barang-barang elektronik mulai dari laptop hingga telepon genggam. Mereka bekerja melalui aliran ion litium diantara 2 elektroda yaitu anoda dan katoda pada media elektrolit. Saat baterai memberikan daya dalam suatu sirkuit, ion positif litium bergerak dari anoda melalui media elektrolit pada baterai menuju bagian katoda. Sebaliknya, saat dilakukan pengisian ulang prinsip yang terjadi adalah merubah polaritas elektroda pada baterai sehingga ion litium dipaksa untuk kembali ke lokasi awalnya (karena disini anoad menjadi katoda dan sebaliknya).

Anoda yang umum dipergunakan biasanya berasal dari bahan sederhana seperti grafit, sedangkan katoda merupakan bahan yang lebih kompleks seperti senyawa litium fero fosfat ( LiFePO4). Elektroda terbaik akan lebih mudah melewatkan ion litium sehingga baterai akan memiliki kapasitas dan rataan penggunaan yang lebih tinggi. Karena alasan inilah maka banyak peneliti yang mencoba menciptakan jenis elektroda yang berbasiskan bahan nanopartikel untuk memperoleh struktur yang lebih mudah disesuaikan. Walalupun teknik penciptaannya terus dikembangkan, pada kenyatannya para peneliti ini masih belum dapat memperoleh struktur yang lebih kecil dari nanopartikel yang mampu berkeja dengan baik sebagai elektroda.

Adalah Angela Belcher dan rekan-rekan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika yang telah menemukan bahwa elektroda berbasis virus merupakan suatu alternatif yang dapat dipilih. Mereka mampu memanipulasi gen dari virus sederhana “M13″ sehingga dilengkapi dengan keberadaan polimer rantai pendek yang telah dikenal sebagai peptida. Pada satu bagian ujung virus, peptida dapat berikatan dengan carbon nanotubes. Sdangkan bagian ujung lainnya dari virus peptida dapat membatu pembentukan struktur feri (III) fosfat yang amorf (a-FePO4). Walaupun senyawa ini (a-FePO4) bukan merupakan konduktor yang baik, namun keberadaan peptida mampu membantu meningkatkan daya konduktivitas pada seluruh senyawaan pada virus.

Pengujian penggunaan katoda yang berbasiskan virus sebagai sirkuit sederhana baterai litium ion oleh para tim peneliti dari MIT memberikan hasil bahwa katoda dengan bahan ini mampu mencapai kapasitas pengisian listrik sebesar 130mAh/g yang berarti sebanding atau serupa dengan kemampuan dari material elektroda LiFePO4. Penemuan yang didapat juga menunjukkan , bahwa jenis katoda ini dapat mempertahankan kapasitas yang baik minimal sebesar 50 one-Coulomb untuk tiap siklus pengisian ulang dan penggunaan.

“Apa yang membuat kami bersemangat adalah bahwa bahan atau material penyusun baterai yang kami hasilkan terus berkembang menjadi semakin baik terus dilakukannya perbaikan struktur genetikanya”, ungkap Belcher. Kamipun sekarang sedang mencoba untuk meningkatkan dayanya dengan menggunakan jenis bahan penyusun lainnya yang saat ini tidak berharga secara komersial, untuk memperoleh materi yang memiliki kemampuan menghasilkan daya yang jauh lebih besar lagi.

Pembangkit listrik dari benang nano

Seiring dengan perkembangan teknologi nano, kini beberapa grup riset yang concern mengembangkan teknologi nano sudah mampu membuat sebuah divais dari struktur nano untuk menghasilkan arus listrik, medan electromagnetic, bahkan mampu mengeluarkan radiasi dalam orde subatomic. Divais/alat berukuran nano yang mampu membangkitkan energi listrik disebut sebagai nanogenerator.

Riset tentang nanogenerator baru dilakukan oleh beberapa grup yang berkecimpung di dunia nano. Salah satunya adalah grup riset dari Georgia Institute of Technology, mereka sedang mengembangkan sebuah prototip nanogenerator yang menggunakan struktur benang nano (nanowire) untuk menghasilkan listrik ketika wire dalam ukuran nano tersebut bergetar. Nanowire pada prototype tersebut terbuat dari bahan ZnO (seng oksida), arus yang timbul dari nanowire tersebut adalah sebagai efek dari piezoelectric (timbulnya sifat listrik akibat perubahan energy mekanis dari material). Desain dari nanogenerator tersebut hingga saat ini masih menjadi objek riset dan masih berada dalam tahap pengembangan. Para ilmuwan memprediksikan bahwa nanogenarator akan diperkenalkan ke public kira-kira pada tahun 2010-2011.

Hingga saat ini mayoritas dari perangkat elektronik yang portable (contoh : jam tangan, etc), energinya masih sangat tergantung pada baterai. Saat ini para ilmuwan sedang mengembangkan dan mendemonstrasikan bagaimana sebuah perangkat elektronik mudah dan praktis dalam suplai energinya. Hal tersebut dapat direalisasikan dengan metode pengembangkan teknologi benang nano (nanowire) dari bahan murah (ZnO) yang dapat memproduksi energy mekanik yang cukup untuk dikonversikan menjadi energy listrik.

Bagaimana listrik dihasilkan dari nano wire

Prof Zhong Lin Wang dari Georgia Tech mengilustrasikan bahwa bila kita berjalan kaki, maka daya listrik yang dihasilkan kira-kira oleh tubuh kita adalah 67 watt, gerakan jari2 kita menghsilkan 0.1 watt, pernapasan kita 1 watt. Nah bila kita mampu mengkonversikan fraksi dari daya tersebut, maka tubuh kita mampu menjadi sumber energi untuk sebuah divais elektronik. Secara konseptual lanjut Prof Zhong Lin Wang, dia mampu mendemostrasikan konversi daya yang mungkin untuk sebuah divais mencapai 17-30 persen dari total daya yang dihasilkan oleh tubuh kita.

Hasil dari penelitian di grup riset Prof Zhong Lin Wang dapat mengkonfirmasi sebuah teori bahwa: ZnO nanowire akan menunjukkan efek piezoelektrik yang sangat baik, yaitu menghasilkan sifat listrik dari respon tekanan mekanik. Biasanya muatan negative dan positif dari ion Zinc dan Oksigen di dalam kristal ZnO nanowire saling meniadakan. Namun ketika wire secara kimiawi tumbuh di permukaan elektroda, wire tersebut membengkok akibat adanya vibrasi external dari tip yang berskala nano. Tip tersebut adalah tip dari atomic force microscopy (AFM) yang terbuat dari bahan silicon (Si) yang dilapisi oleh platina (Pt). Pembengkokan dari ZnO nanowire menyebabkan terjadinya dipol listrik di dalam sebuah nanowire.

Pada bagian yang mengalami kompresi bermuatan negatif sedangkan bagian yang terekpansi bermuatan positif. Hal itu disebabkan Zn2+ dan pole negatif akibat dari O-2. Maka dengan adanya kontak metal semikonduktor mengakibatkan adanya rektifikasi Schotcky gap seperti pada jembatan semikonduktor tipe positif dan negative (p-n junction). Kontak antara tip AFM dengan kutub yang bermuatan positif disebut forward bias dan sebaliknya tip AFM dengan kutub negative disebut reverse bias.

Pada keadaan forward bias elektron akan mudah mengalir ke metal sebaliknya pada reverse bias elektron akan mengalami kesulitan. Fenomena itu dapat dilukiskan oleh grafik hubungan antara tegangan dan arus pada dioda, sedangkan mekanisme tranport-nya dapat diilustrasikan secara mudah dengan melihat diagram energi antara metal dan semikonduktor. Gambar 1(a) dan 1(b) adalah bentuk dari ZnO nanowire dan fenomena dihasilkannya arus listrik akibat kontak metal dan semikonduktor.

nanowire
pzt2

Gambar 1 (a) Nanowire dari ZnO yang mengkonversi energy mekanik menjadi listrik, (b) listrik dihasilkan dari kontak metal (tip AFM) dan semikonduktor (ZnO nanowire)

sensor-gula

Gambar 2. Sensor gula darah yang berada di bawah permukaan kulit manusia

Sungguh luar biasa perkembangan nanoteknoloi saat ini, tidak terbayangkan bila hal itu terwujud maka dalam kurun waktu 5 tahun lagi dimungkinkan kita dapat mengcharge ipod melalui sepatu/baju kita yang sudah difasilitasi dengan sumber listrik dari ZnO nanogenerator.

Prof Zhong Lin Wang menjelaskan pula bahwa, meskipun secara individual nanowire menghasilkan sebuah daya yang kecil, dengan banyaknya nanowire secara simultan akan menghasilkan jumlah daya yang besar. Beliau juga menjelaskan bahwa energi dari nanowire yang dikembangkan di laboratoriumnya disinyalir memiliki cukup energi untuk menjalankan implant medis berukuran kecil. Contoh dari implant tersebut adalah implant dari sensor gula darah di bawah permukaan kulit.

Efisiensi Energi dan Exergi secara Optimal dengan Hukum Termodinamika



Sepertinya telah menjadi kodrat manusia di dunia ini apabila sesuatu itu tersedia secara melimpah dan murah, maka penggunaannya pun cenderung boros atau tidak memperhatikan efisiensi. Hal tersebut juga berlaku dalam penggunaan di bidang energi terutama untuk penggunaan jenis energi yang vital bagi manusia dan pembangunan yaitu energi listrik dan bahan bakar minyak (BBM).

Di Indonesia, fenomena diatas pun telah lama terjadi. Selama ini rakyat Indonesia telah dimanjakan dengan biaya listrik dan harga BBM murah, sehingga menimbulkan suatu argumen bahwa energi berada dalam jumlah melimpah. Secara tidak langsung, hal ini telah menumbuhkan perilaku pola konsumsi yang konsumtif/boros dan tidak terkendali dari sebagian besar rakyat Indonesia terhadap penggunaan energi. Akibat dari pemborosan tersebut, Indonesia diprediksi oleh para ahli energi pada kurun waktu 15-20 tahun mendatang akan mengalami krisis energi.

Ditengah prediksi yang mencemaskan itu, maka masalah energi secara umum menjadi krusial untuk disiasati. Berbagai solusi dan alternatif telah ditawarkan oleh banyak para ahli, baik berupa pendiversifikasian energi, penggunaan energi alternatif, ataupun dengan konservasi energi. Secara umum semua solusi yang ditawarkan adalah tepat. Tetapi apabila tidak diikuti dengan adanya efisiensi energi oleh masyarakat, pemerintah ataupun industri, maka semua solusi tersebut bukanlah sebuah solusi pemecahan yang tuntas dan berkelanjutan.

Prinsip dasar dari efisiensi energi adalah menggunakan jumlah energi yang sedikit tetapi tujuan atau hasil yang didapat sangat maksimal. Dalam upaya efisiensi energi ini, kajian kimia dan fisika terutama pada hukum Termodinamika yang membahas masalah energi telah memberikan konsep ilmiah yang berguna dalam upaya efisiensi energi secara tepat guna dan optimal. Namun sayang terkadang para pembuat kebijakan energi di negeri ini sering melupakan tentang fenomena tersebut.

Konsep Efisiensi dalam Hukum Termodinamika

Untuk merancang sebuah perencanaan yang optimal dalam memanfaatkan energi, berbagai konsep telah dikembangkan, yang salah satunya adalah dengan analisis energi dan analisis exergi yang berdasarkan pada hukum Termodinamika. Untuk analisis energi, konsepnya terfokus pada hukum ke-1 Termodinamika sedangkan analisis exergi terfokus pada hukum ke-2 Termodinamika.

Disebutkan dalam hukum ke-1 Termodinamika bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Dalam pendekatan hukum ke-1 ini, strategi efisiensi energi lebih cenderung pada pemanfaatan sumber daya energi secara efisien. Efisien yang dimaksud disini adalah penggunaan sumber-sumber energi disesuaikan dengan kualitas yang dibutuhkan. Dengan menyesuaikan sumber-sumber energi dengan penugasannya sehingga dapat mencegah pemborosan penggunaan energi berkualitas tinggi hanya untuk tugas yang berkualitas rendah. Kelemahan pada pendekatan hukum ke-1 Termodinamika ini terletak pada hukum ini tidak memperhitungkan terjadinya penurunan kualitas energi.

Untuk itu, pendekatan hukum ke-2 Termodinamika telah memberikan konsep efisiensi yang lebih baik. Dalam hukum ke-2 Termodinamika atau dikenal juga sebagai hukum degradasi energi dikemukakan bahwa tidak ada proses pengubahan energi yang efisien sehingga pastilah akan terjadi penurunan kualitas energi didalamnya. Kualitas energi ini disebut sebagai exergi. Exergi ini dapat ditransfer di antara sistem dan dapat dihancurkan oleh irreversibiltas di dalam sistem. Dalam pendekatan hukum ke-2 Termodinamika ini strategi efisiensi energi yang direkomendasikan adalah pemanfaatan energi secara optimal termasuk di dalamnya pemanfaatan exergi-exergi. Sehingga dalam pendekatan ini diharapkan tidak ada energi dan exergi yang terbuang percuma ke lingkungan.

Dari kedua analisis diatas yaitu analisis energi dan exergi. Diketahui bahwa hasil dari analisis exergi lebih mempunyai dampak secara signifikan dalam upaya efisiensi energi dan exergi secara optimal dibandingkan analisis energi. Beberapa kelebihan analisis exergi dibandingkan analisis energi menurut Agus Sugiyono (2000) adalah (1) lebih akurat dalam membuat desain yang optimal bagi proses industri maupun pembangkit listrik, (2) lebih teliti dalam menentukan energi yang hilang dalam proses maupun yang dibuang ke udara, dan terakhir (3) dapat menentukan kualitas energi. Jelasnya adalah memaksimalkan efisiensi hukum ke-2 Termodinamika akan mendorong strategi yang lebih baik daripada memaksimalkan efisiensi hukum ke-1 Termodinamika.

Contoh sederhana dalam membedakan kedua strategi antara hukum ke-1 dan 2 Termodinamika adalah dalam hal evaluasi penggunaan listrik untuk pemanas ruangan. Pendekatan hukum ke-1 Termodinamika hanya akan memberikan strategi efisiensi energi dengan cara merekomendasikan penggunaan peralatan pemanas ruangan yang efisien. Sedangkan hukum ke-2 Termodinamika menilai bahwa penggunaan listrik untuk pemanas ruangan termasuk dalam kategori pemborosan energi. Hal ini karena energi panas termasuk dalam kategori energi berkualitas rendah. Tugas dan kebutuhan energi kualitas rendah seperti pemanas ruangan ini dapat diperoleh lebih efisien dan murah dengan cara lain.

Di beberapa gedung perkantoran di beberapa negara maju, untuk memanaskan ruangan, energi panas tersebut dapat diperoleh dengan cara menangkap limbah panas yang dipancarkan dari peralatan kantor seperti komputer, mesin photocopy, dan lampu. Beberapa contoh lain yang sejenis dari strategi hukum ke-2 Termodinamika mengenai energi panas adalah dalam hal evaluasi penggunaan water heater (pemanas air), dimana untuk memanaskan air kita tidak lagi perlu menggunakan listrik, tetapi memanfaatkan limbah panas dari mesin Air Conditioner (AC) ataupun contoh lain adalah pemanfaatan limbah panas dari mesin generator listrik berbahan bakar solar untuk memanaskan air di bak mandi. Jadi dalam hal ini energi listrik yang merupakan energi dengan kualitas tinggi tetap dipertahankan untuk melakukan suatu kerja dengan kualitas yang sepadan. Sedangkan energi-energi listrik yang telah terkonversi menjadi energi panas, tidak begitu saja terbuang percuma ke lingkungan, tetapi dimanfaatkan untuk hal lain yang sepadan dengan kualitas energinya. Sehingga dengan cara ini pemanfaatan energi benar-benar dikelola secara optimal.

Lebih lanjut, dalam contoh skala yang lebih besar, semisal dalam suatu kota di pegunungan yang memerlukan kapasitas pemanas ruangan, strategi hukum ke-1 Termodinamika akan terdiri dari (1) penggunaan pemanas listrik yang sangat efisien, dan (2) membangun banyak pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Hal yang berbeda akan diberikan oleh hukum ke-2 Termodinamika yang akan terdiri dari (1) identifikasi sumber-sumber energi kualitas rendah dalam struktur lokal yang bisa dipanaskan dan (2) cara-cara menyalurkan sumber-sumber tersebut. Dari kasus-kasus diatas diketahui bahwa memaksimalkan efisiensi hukum ke-2 Termodinamika akan menghasilkan dampak yang lebih baik terhadap penentuan kebijakan di bidang energi.

Sejauh ini, penggunaan analisis exergi yang berdasarkan pada hukum ke-2 Termodinamika ini telah banyak diterapkan di berbagai proses industri maupun di pembangkit-pembangkit listrik. Untuk membuat model dalam analisis exergi ini melibatkan variabel-variabel data yang sangat banyak dan berinteraksi dengan persamaan yang kompleks. Penggunaan data-data primer tentang energi yang rinci dan konsisten, sangatlah diperlukan dalam mendukung pembuatan model exergi untuk kemudian dintreprestasi lebih lanjut untuk menentukan langkah-langkah efisiensi yang harus dilakukan. Tetapi jika data-data tersebut sulit diperoleh maka penggunaan data-data sekunder yang diturunkan dari data-data non energi dapatlah digunakan. Beberapa data yang diperlukan adalah pendapatan daerah, pendapatan sektor industri, jumlah rumah tangga, jumlah angkutan umum, penjualan listrik dari PLN dan data produksi dari sektor pertanian.

Penutup

Hukum Termodinamika yang telah kita pelajari dalam bangku-bangku perkuliahan secara tersirat telah memberikan sebuah konsep yang unik dalam upaya efisiensi energi yang perlu terus kita gali dan kembangkan. Geliat perkembangan di bidang termodinamika dewasa ini terus melaju dan dinamis, termasuk diperkenalkannya konsep emergy (embodied energy) atau energi yang telah disertakan dalam suatu benda oleh H. T Odum dari Environmental Enginering Sciences University of Florida. Yang menurut beberapa pakar dibidang ini lebih baik daripada konsep exergy terutama bila merujuk pada sifat heterogenitas dari sistem. Akan tetapi di Indonesia sangat sedikit sekali bahkan bisa dikatakan tidak ada peneliti yang mengkaji dan menerapkan konsep emergy ini. Sehingga penggunaan konsep exergy di Indonesia masih layak untuk tetap diaplikasikan.

Daftar Pustaka

  • Agus Sugiyono. 2000. Studi Pendahuluan untuk Analisis Energi-Exergi Kota Jakarta. Laporan Teknis. Direktorat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi BPPT. Jakarta
  • Migas Indonesia Online. 2003. Analisa Exergy di Dunia Industri. http://www.migas-indonesia.com
  • Sudjito, Saifuddin Baedoewie, Agung Sugeng W. Konsep Dasar Termodinamika. Diktat Termodinamika Dasar Program Semi Que IV FT Jurusan Mesin Universitas Brawijaya.
  • Sinly Evan Putra. 2005. Konservasi dan Diversifikasi Energi, Solusi Mengatasi Krisis Energi dan Pencemaran Udara di Indonesia. Karya Ilmiah. Universitas Lampung (unpublished)
  • Agus Sugiyono dan M.Sidik Boedoyo. Perubahan Pola Penggunaan Energi dan Perencanaan Penyediaan Energi. BPPT. Jakarta.
  • Sophian Bachri. 2005. Energi dalam Air Terjun. Natural/Edisi 11/Th V2/Agustus 2005. Bandar Lampung
  • J.R.E. Kaligis, Samidjo BK, Mieke M. 2007. Pendidikan Lingkungan Hidup (pada Subbab Energi). Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar